Senin, 30 Januari 2012

Aku Tionghoa

“English! English!” teriak pria bule. Aku dan temanku berbahasa Indonesia di Madison Metro Bus, Wisconsin. Kami membahas liburan ke Los Angeles, tidak bersuara keras. “You are in English Speaking country, so you can’t use your language. If I go to Russia, I will speak Russian. If I go to Thailand, I will speak Thai, such as Sawas dee!” Temanku membalas sopan, “ We are from Indonesia. So, we speak Indonesian language.” Pikirku, “ Berbahasa Thai di Thailand All THE TIME? Bukankah the U.S. menjunjung tinggi freedom of speech? Salahkah berbahasa Indonesia?” Tapi ini bukan pengalaman pertama. Aku bersuku tionghoa.

24 Januari 2012. Aku merayakan Imlek dengan teman-teman non-Tionghoa, dua warga negara Amerika Serikat, satu warga negara China dan satu teman muslim-Indonesia. Inilah wujud konkret slogan dunia indah, “toleransi.”



Akta kelahiranku asli Palembang. KTP-ku berlaku sampai 2015, kotamadya Medan. Pasporku terbitan imigrasi Polonia. Aku berbahasa Indonesia.  Aku yakin aku WNI. Sah.

Medan, beberapa tahun lalu. Angkot. Aku berbahasa Hokkian dengan temanku.“Kalian tidak boleh berbahasa Tionghoa, gunakan Bahasa Indonesia! itulah sebab Pribumi membenci Tionghoa!” seorang bapak marah. Aku tidak tahu siapa dia. “Satu sisi, bahasa Indonesia, bahasa nasionalku. Lain sisi, berbahasa daerah;cara melestarikan budaya , seperti suku Batak berbahasa batak. Tapi, apakah Tionghoa harus dibenci?” Aku belum menemukan jawaban pasti.

Usiaku sepuluh tahun. Aku berjalan sendirian waktu itu. Aku tidak takut karena aku tidak salah. Namun sayup-sayup kudengar dan makin jelas, “China! China!”. Mereka meneriakiku, meskipun aku tidak merasa. “My name is Andreas, not China.” Usiaku sepuluh tahun. Aku masih mengingat jelas rumahku dilempar dengan batu. Mei 1998.

2012. Usiaku 23 tahun. Aku di Madison, Wisconsin. Aku duta negara dari Negara tercinta, Indonesia. Aku dan Kamu berbeda, tapi Aku yakin kita satu.
Selamat Imlek.

5 komentar:

  1. Racism? Go to the hell ;( I'm not a Chinese but my appearance look pretty much like Chinese especially when I was kid. So, that kind of insult was very familiar for me too. I can feel for you.
    Lets show them what better world is without racism (and lets us forgive). And hopefully the world and our country will be racism free in the near future as we've seen it's improving in the current days.

    BalasHapus
  2. Thank you, Dinna. Seandainya semua orang di dunia bisa berpikir seperti mba dinna dan temen2 lain yang toleran dengan suku,ras, atau agama lain..alangkah indahnya dunia :)

    BalasHapus
  3. I wish people in this world will become one family.
    Make differences become treasures of this world.
    Even our faces are not similar each others,
    I can't imagine if all of us are same.
    Hei everybody, we are all brothers n sisters.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  5. Thank You,Vero. I just hope that there is an equality for every people in this world without seeing race, color, or gender. The world will be so much peaceful if there is no degradation anymore. :)

    BalasHapus